Sabtu, 23 Maret 2019

Gunung Marapi Sumatra Barat 2891 Mdpl



         Asalamullaikum, ini adalah catatan cerita perjalanan pendakiaan pertamaku dan teman-teman Adventureku untuk menuju puncak Gunung Marapi Sumatra Barat dengan tinggi 2891 Mdpl. Sekedar info buat teman-teman, gunungnya disebut MARAPI ya (bukan MERAPI ). Jika yang pernah lewat ataupun singgah di Kota Bukitinggi ini pastinya bakal pernah melihat gunung ini.
       Nah, sebelum melakukan pendakiaan ini pastinya saya dan teman-teman adventure saya meminta izin kepada orang tua terlebih dahulu untuk melakukan pendakiaan di gunung marapi ini, setelah itu kami juga melakukan rapat / berkumpul untuk membahas peralatan apa saja yang bakal kami bawa ke gunung. Serta kami juga melatih fisik masing” dengan melakukan jogging setiap harinya agar badan terbiasa dan menjadi lebih ringan untuk dibawa berjalan / mendaki nantinya. 
    Hari yang telah ditentukanpun datang, kami berangkat dari rumah masing-masing dan berkumpul di Sekre Pramuka dengan membawa bekal sesuai instruksi. Di Sekre Pramuka ini kami semua berkumpul untuk menunggu mobil yang akan kami naiki. Tepat Pukul 15.00 WIB disaat semuanya sudah berkumpul, kami juga tidak lupa untuk berdo’a. Setelah semuanya selesai kamipun berangkat.
   Akhirnya pada pukul 22.00 WIB kami sampai di lokasi Pos Keberangkatan, Pos Keberangkatan ini adalah Pos Registrasi Pendakiaan. Disini nama-nama kita akan didata serta kita juga akan dikenakan biaya perorangan dan biaya tambahan untuk kendaraan yang kita bawa. Setelah proses registrasi selesai, kami mendirikan tenda di dalam sebuah ruangan yang belum jadi untuk merehatkan sejenak lelah kami selama diperjalanan. 
Adzan Subuhpun berkumandang, mengetuk mata kami untuk bergegas mandi, melaksanakan sholat, dan membereskan barang-barang yang akan di bawa mendaki. Setelah semuanya selesai, dengan mengucapkan bismillah dan melakukan do’a bersama, kami melangkahkan kaki kanan dari pos keberangkatan untuk menuju Gunung Marapi. 
      Perjalananpun dimulai, dan diawal perjalan ini kita akan disuguhkan dengan pemandangan ladang kebun warga sekitar gunung marapi, disana ada tanaman cabe, tomat, terong, dll. Oh iya, salah satu informasi yang harus teman-teman tau, saat melakukan pendakiaan di gunung marapi ini yaitu  sesama pendaki biasanya menggunakan sapaan “ Ibuk “ untuk pendaki wanita dan “ Apak/Pak “ untuk pendaki laki-laki. Jadi, saat melakukan pendakian di gunung marapi, sapaan ibuk dan apak akan sering di dengar saat berpapasan dengan pendaki lain.
Selanjudnya, kami sudah mulai memasuki hutan rimba yang cukup lebat dan disini kami melewati hutan bambu atau yang disebut dengan "parak batuang", kami juga mulai meniti sebuah jembatan bambu. Kondisi jalan disekitar hutan bambu ini relative sedikit licin bercampur dengan bebatuaan, tetapi suasana sejuknya terpaan angin gunung yang menyapa kulit wajah selama perjalanan membuat  terasa sedikit menyenangkan
    Sesampainya di salah satu pos yang ada di gunung marapi kami memutuskan berhenti untuk melepaskan penat dan dahaga. Setelah itu kamipun melanjudkan perjalan. Waktupun berlalu, puncak mulai memperlihatkan bentuknya, namun perjalanan semakin menanjak dan terjal yang membuat nafas kami semua tersengal. Namun semangat untuk menuju puncak membuat kami lupa akan hal lelah itu. Karna kami yakin lelahnya kami ini akan terbayar nantinya saat kami sampai di puncak dengan melihat indahnya pemandaangan yang diciptakaan oleh Allah SWT. 
    Tiba-tiba disaat perjalan, mulut kami mengeluarkan Asap seperti di Eropa Eropa gitu saat terjadi musim dingin, Hehehe... Sontak karna ini pengalaman pertama yang menurut kami unik kamipun tertawa melihat mulut diri sendiri ataupun mulut dari teman kami yang mengeluarkan asap ketika berbicara ataupun saat membuka mulut. Kami tidak tau asap itu apakah keluar dari mulut kami karna udara yang sangat dingin atau karna dari salah satu api unggun pendaki yang sedang berkemah. Dan setelah itu kamipun melanjudkan perjalan kembali.
 Tak terasa perjalan ini rasanya sudah cukup jauh dan kami memutuskan agar segera mendirikan tenda untuk sejenak beristirahat, sholat, dan makan yang menurut kami mendirikan tenda di tempat ini adalah suatu tempat yang tidak akan terlalu jauh lagi dari Cadas dan puncak



   Lalu setelah semuanya selesai kami bergegas untuk melanjudkan perjalanan, dan perjalan kali ini adalah hal yg konyol dan hal yang tidak patut kalian tiru. Dimana kami semua meninggalkan barang-barang kami di dalam tenda ini dan kami semua hanya membawa badan masing” dengan tangan kosong. Hanya ada 1 orang dari kami yang membawa tas, dimana tasnya itu berisiakan 1 botol minyak tanah, korek api / mancis, 2 senter, botol minum, 1 buku tulis, dll. Serta yang lebih konyol lagi adalah salah satu dari teman kami dalam menuju cadas ini dia hanya menggunkan celana pendek berbahan kaos dan dia tidak menggunakan sepatu, ataupun sarung tangan. 





   Awalnya memang terlihat baik-baik saja, namun ternyata untuk perjalanan dari tempat kami berkemah menuju cadas ini masih cukup jauh. Kamipun kelelahan karna jalan yang semakin terjal. Namun apalah daya peralatan seperti tenda, sliping bad, alat masak, dll itu kami tinggal di tempat terakhir kami berkemah. Namun kami tetap melanjudkan perjalan dan berencana ketika kami nanti sampai di cadas, kami akan menumpang sebentar di tenda pendaki lainya dan beberpa dari kami nantinya bakal ada yang turun untuk mengambil barang-barang yang kami tinggalkan dibawah tadi. Tak lama kami berjalan akhirnya kami sampai dijalur menuju puncak yang artinya tujuaan kami tidak akan terlalu jauh lagi


  Tetapi tiba-tiba teman kami yang memakai celana pendek tadi, terkena hiportemia. Dimana Hipotermia adalah salah satu kondisi tubuh kesulitan dalam mengatasi suhu dingin. Kamipun mencoba berbagai cara agar dia tidak lebih merasa kedinginan lagi. Kami semua berkumpul dan memeluknya erat-erat, lalu buku tulis yang dibawa oleh salah satu teman kami tadi, juga ikut dibakar  untuk menghangatkannya tetapi dia masih merasa kedinginan dan salah satu dari teman kami juga rela membakar kaos kakinya agar teman kami yang terkena hiportemia ini tidak merasa kedinginan lagi. Setelah semuanya dilakukan, cara terakhir kami adalah memberikan kaki dan tanganya minyak tanah agar dia merasa lebih hangat. Lalu kami beristirahat sejenak sembari menunggu dia lebih stabil lagi. Dan disini kami memutuskan untuk tidak melanjudkan perjalan kami menuju puncak, yang bisa dikatakan tempat teman kami terkena hiportemia ini adalah tempat yang tidak akan jauh lagi dari cadas. Tetapi kami lebih memilih untuk bersama-sama turun dengan hari yang semakin gelap. Karna menurut kami semakin malam nanti pasti udara semakin dingin. Ditambah dengan teman kami yang terkena hiportemia ini. Setelah dia merasa sedikit baikan, kami berangsur untuk turun kembali ke tempat tenda yang kami tinggalkan jauh di bawah.



  Perjalan turunpun ternyata lebih sulit di banding mendaki, karna jalan yg terjal dan licin di tambah dengan pencahayaan yang kurang membuat kami kesulitan untuk menurun. Serta Karna malam hari di dalam hutan, kami jalan berpegangan seperti semut yang berbaris. Dan setiap 1 menit kami harus menjawab “hadir” kalau nama kami di panggil oleh orang depan. Untuk menandakan kami dalam keadaan baik-baik saja. Dan setelah berjalan berjam-jam akhirnya kami sampai di tempat tenda yang kami tinggalkan tadi. Kamipun langsung untuk beristirahat.

  Dan keseokan paginya, kamipun mengangsur-angsur perjalanan kami untuk turun dari gunung marapi. Walaupun sedikit ada rasa kecewa dan sedih. Tetapi kami lebih memilih untuk bersama-sama, karna kebersamaan yang kami lalui lebih penting dari pada puncak yang akan dicapai. Mendaki Gunung Mengajarkan kita banyak hal baik itu tentang Persahabatan, Ego, Kebersamaan, Kelemahan kita, Sikap, Semangat, Keyakinan, dan masih banyak hal yang lainya. Kami tidak akan putus asa dan kami tetap memiliki tekad untuk, suatu saat nanti bersama-sama akan sampai menuju puncak Gunung Marapi 2891 Mdpl. Dan salah satu hal yang tidak bakal bisa kami lupakan lagi dari pendakiaan pertama kali ini adalah “Kompor” dimana kompor untuk memasak itu yang kami bawa adalah Kompor Hocx yang berisikan minyak tanah ituloh. Hahaha… dan selama perjalana di gunung merapi ini kami menjadi pusat perhatiaan para pendaki lain karna kami satu-satunya kelompok pendaki yang membawa kompor Hocx ke Gunung Marapi. Haha.. tapi itulah pengalaman dan suatu kisah yang akan kami kenang selama hidup kami. Walaupun tidak mencapai puncak tetapi pengalaman yang penuh cerita ini lebih berharga karna pengalaman ini tidak akan pernah bisa diulang maupun diputar kembali. Sekian cerita dari perjalan pendakiaan pertama saya dan teman-teman adventure saya di Gunung Marapi Sumatra Barat. Semoga dari kisah kami ini bisa dijadikan sebuah pelajaran buat kita semua yak.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar